Tembakau dan Rokok Menurut Perspektif Syariat
Tembakau atau dalam bahasa Arab di sebut Tabagh turunan kata dari bahasa Inggris Tobacco adalah tanaman yang kenal masyhur sebagai bahan baku pembuatan rokok. Perkara ini termasuk perkara baru dan tidak dikenal di bangsa Arab Jaman dulu. Selain kata tabagh, padanan kata untuk menyebut tembakau dan rokok bisa juga dengan kata ad-Dhukhaan, At-Tutun, atau Tumbaak. Adapun yang menyerupai tabagh ini di arab dikenal dengan At-Tubaq namun dari bahan yang berbeda yaitu dari tamanan sejenis rumput kemerah dan termasuk kedalam golongan bunga-bungaan yang daunnya di buat untuk di rokok.
Rokok/ Tabagh ini mulai muncul sekitar Akhir Abad 10 awal abad 11 Hijriyah, Rokok masuk ke Arab dibawa oleh bangsa Romawi dan Inggris hingga akhirnya menyebar di seluruh penjuru dunia.
Sejak munculnya tembakau ini, para ulama berselih pendapat tentang hukum pemakaiannya, sebabnya perbedaan ini didasari atas kemadharatan yang terkandung di dalam tembakau tersebut dan tidak dalil nash yang berbicara jelas mengenai hal ini, jadi hukum pun di ambil dari qiyas-qiyas yang telah ada. Diantara para Ulama ada yang bilang kalau hal ini Haram hukumnya, namun ada juga yang berpendapat bahwa ini adalah makruh dan tekahir adalah mubah. Dan dari berbagai hukum ini, pada setiap madzhab ada yang berfatwa pada masing-masingnya.
Pendapat yang Mengharamkan dan Dalil-dalilnya
Adapun Ulama hanafi yang berfatwa mengharamkan rokok adalah Syaikh Surumbulali, Al-Masiiri, Ala’uddin, Ibnu Abidin (Makruh Tahrim), Abdurrihman Al Imadi.
Sedangkan dari Madzhab Maliki adalah Salim As-Sanhuri, Ibrohim Al-Liqooni, Muhammad bin Abdur Karim Al-Fakun, Kholid bin Ahmad dan Ibnu Hamdun dan lainnya.
Dari Madzhab Syafi’i adalah Najmuddin Al-Ghaazi, Qolyuubi, Ibnu Alaan, dan lainnya
Dari Madzhab Hambali adalah Al-Buhuti, dan Sebagian Ulama Najed.
Dari beberapa argumen yang mengharamkan diantaranya :
Bahwasannya rokok itu bisa memabukkan pada awal mengkonsumsinya dengan sangat cepat han hal ini bisa membuatnya kecanduan walaupun yang mengkonsumsinya tidak merasakan secara nyata, akan tetapi pada waktu menikmatinya ia mendapatkan rasa gembira yang perasaan itu jauh lebih baik daripada rasa mabuk. Yang dimaksud memabukkan disini adalah bisa menutupi akal atau euforia. Dan perasaan ini di dapatkan ketika mengkonsumsinya pertama kali. Dari pendapat ini maka mereka para Ulama mengambil hadits

0 comments:
Post a Comment